Thursday, December 4, 2014

BOOK CHAPTER REVIEW-Peranti Pikir:Pendekatan Vgotsky pada PAUD

Peranti Pikir:
Pendekatan Vgotsky pada Pendidikan Anak Usia Dini
Penulis: Elena Bodrova & Deborah J.Leong
Dalam Buku Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Berbagai Pendekatan
Penulis: Jaipul L.Roopnarine&James E.Johnson

Disusun oleh:
Irma Angela Soekma            NIM: 1402252           

Program Pasca Sarjana
Pendidikan Anak Usia Dini
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2014

A.    IDENTITAS BAB
                                           
a.       Judul         : Peranti Pikir: Pendekatan vgotsky pada Pendidikan Anak Usia
  Dini

b.      Pengarang : Elena Bodrova & Deborah J.Leong

c.       Halaman    : 243-264

d.      Penerbit     : Kencana Prenada Media Group, Indonesia, 2009

B.     ISI BAB
Bab ini berbicara mengenai sebuah model pendekatan dalam pendidikan anak usia dini dengan berlandaskan pada teori Vgotsky mengenai alat bantu dalam berpikir untuk menuju kepada fungsi kognitif yang disebut Peranti Pikir/mental (Tools of the Mind). Ada dua tingkatan fungsi mental yaitu rendah dan tinggi. Fungsi mental rendah bergerak di seputar sensasi, perhatian spontan, ingatan asosiatif dan kepandaian sensorimotor. Sementara fungsi mental yang lebih tinggi antara lain adalah kemampuan fokus, mengingat penalaran logis dan mengungkapkan pikiran atau ide. Vgotsky yang berlatarbelakang psikologi, percaya bahwa perkembangan manusia termasuk di dalamya anak-anak didapat dari hasil interaksi mereka dengan lingkungan sosial. Vgotsky mengatakan bahwa meskipun anak-anak membentuk pemahaman mereka sendiri terhadap dunia sekitar mereka akan tetapi proses pembentukan ini selalu terjadi dalam konteks budaya dan melalui perantara yaitu orang lain baik langsung maupun tidak. Dengan demikian, kemampuan kognitif sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial yang spesifik, bergantung pada budaya yang mewarnainya, di antaranya adalah sekolah.
Dengan berpijak pada keyakinan ini, ia menunjukkan adanya keterkaitan antara perkembangan dengan pendidikan dan pembelajaran. Inti dari bab ini adalah bahwa pendidikan dan perkembangan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain secara dinamis. Gagasan ini diejawantahkan oleh Vgotsky melalui ZPD (Zone of Proximal Development). ZPD adalah area di antara tingkat kemandirian seorang anak dan tingkat kemampuan anak dengan bantuan eksternal. Dengan mengobservasi tingkat pencapaian anak dalam hal kemandirian maka guru dapat mengetahu potensi anak untuk menuju tingkat kognisi yang lebih tinggi. Menurut Vgotsky, ZPD dapat ditemukan dalam proses permainan pura-pura.
            Berdasarkan pada keyakinannya bahwa bentuk permainan memiliki 3 komponen yaitu anak-anak menciptakan suasana khayalan, berbagi peran dan mengikuti aturan dalam memainkan peran tertentu, Vgotsky membatasi bentuk permainan melalui permainan dramatis. Melalui bermain pura-pura, anak-anak mengembangkan kemampuan mengatur sendiri perilaku fisik, sosial dan kognitif mereka. Hal ini akan berperan sebagai landasan bagi anak kelak ketika memasuki pendidikan akademis ketika mereka harus mengerjakan sesuatu berdasarkan instruksi, mengendalikan emosi dan menguasai subjek akademik.
            Vgotsky juga memberikan pandangannya terhadap bentuk pendidikan terhadap perkembangan anak difabel. Menurutnya, untuk membantu pencapaian perkembangan kognitif pada anak berkebutuhan khusus, diperlukan pula alat bantu sebagai pengganti atau penyokong kedisfungsian anggota-anggota tubuh yang penting dalam proses perkembangan kognitif anak. 
C.    PEMBAHASAN
Tulisan Elena dan Deborah ini adalah merupakan hasil pengembangan mereka terhadap teori guru mereka, Lev Vgotsky dalam konteks sejarah budaya; yang lebih dikenal di dunia barat dengan pendekatan sosial budaya. Keduanya mentransfer teori Vgotsky mengenai hubungan antara perkembangan dengan pendidikan dan pembelajaran ke dalam pendidikan anak usia dini dengan menciptakan model pendekatan Peranti Mental (Tools of Mind). Dengan berpegang pada fakta-fakta bahwa perkembangan tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, bahasa berperan besar dalam perkembangan mental (kognisi), maka pengajaran harus memperhatikan tingkat kemandirian anak namun tetap memperhatikan hasil observasi ZPD dan guru harus mendorong bahkan menciptakan kesempatan bagi anak untuk menyelesaikan masalah.
Konsep Peranti Mental ini banyak diadopsi di negara-negara barat terutama Amerika di dalam program-program Head Start, prasekolah dan taman kanak-kanak. Sebagaimana Vgotsky menempatkan bermain sebagai bagian inti dalam proses perkembangan anak usia dini, Konsep Peranti Mental juga menggunakan permainan sebagai sarana bagi perkembangan kemampuan kognitif anak usia dini.
With the right approach, a plain white hat and a plate full of yarn spaghetti can contribute to a young child’s cognitive development.  (Bodrova&Leong, 2003).
Meskipun kedua penulis banyak menekankan aplikasi Konsep Peranti Mental ini pada bentuk permainan dramatis, namun implementasi riil yang diadopsi ke dalam berbagai program tersebut mengalami modifikasi seperti adanya aktivitas yang didesain untuk melakukan permainan representasi simbolis ini, seperti misalnya perencanaan bermain dengan menggunakan tehnik Scaffolded Writing. Sebagai contoh, misalkan anak bermain peran sebagai seorang ibu yang akan berbelanja dan harus menulis daftar belanjaan. Guru berperan mengarahkan dan membantu anak menuangkannya dalam bentuk gambar. Selain itu juga ada yang membuat semacam peralatan, salah satunya yang dinamakan Sound Map yang bertujuan mendorong anak mulai belajar mengeja.
Kedua penulis meyakini bahwa anak-anak secara maksimal mengembangkan kemampuan sosial, emosi dan kognitif mereka melalui permainan pura-pura. Di dalam bermain representatif, anak-anak banyak menggunakan bahasa dan ini sangat vital bagi perkembangan kognitif anak. Pada saat yang bersamaan anak belajar menyelesaikan masalah dan melatih perasaan empati. Semua perkembangang ini pada muaranya adalah sebagai bekal bagi anak dalam menerima instruksi guru ketika diberikan tugas akademis, bersosialisasi dengan teman sebaya dan menyelesaikan masalah.
Simbol merupakan salah satu bentuk peranti mental yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan mengungkapkan pikiran mereka. Penulis memandang adanya kesejajaran fungsi antara tulisan dalam bentuk kombinasi dan penggabungan huruf dengan gambar atau corat-coret anak.
Penulis secara jelas memberikan perbandingan secara praktis di kelas dalam elemen permainan dan rutinitas kelas antara Kelas Peranti Pikir dan Sebagian besar keals PAUD. Ini memudahkan penggambaran secara aplikatif bagi guru.
Dari pendapat dan cara pandang kedua penulis ini, saya sependapat bahwa dalam pendidikan anak-anak usia dini, bentuk pendekatan terbaik dalam pembelajaran adalah melalui metode bermain. Bermain peran dapat menjadi suatu bentuk sarana peranti mental yang berkontribusi besar dalam mengarahkan fungsi pikir anak ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu perkembangan sosial, emosi dan kognitif. Melalui bermain peran, anak-anak mengembangkan kemampuan berbahasa, termasuk mendengarkan pendapat orang lain dan berbicara untuk menyampaikan maksud. Mereka belajar berbagi dan menyelesaikan masalah dengan cara berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal. Perkembangan kognitif dapat dilihat ketika intensitas durasi dan kontekstual permainan meningkat. Pada tingkat ini, guru dapat masuk untuk memberikan stimulasi yang lebih kompleks seperti memberikan pertanyaan atau parafrase yang menantang fungsi pikir anak terhadap arah permainan dan interelasi perannya terhadap peran anak lain.
Pada dasarnya, Model Peranti Mental ini hanyalah satu dari sejumlah usaha pendekatan terhadap pendidikan anak usia dini melalui kacamata konsep sosiokultural Vgotsky.  Menurut saya, ada lebih banyak lagi sarana peranti mental yang dapat mendukung metode pendekatan ini, seperti pendekatan proyek, pendekatan High Scope yang berfokus pada ketertarikan siswa secara aktif atau pendekatan naturalis dan sains.
Bila merujuk pada perbedaan yang ditampilkan penulis pada kelas PAUD dan Peranti Pikir/Mental, saya dapat mengelompokkan kebanyakan kelas PAUD di Indonesia masih berpusat pada cara klasik dimana keberpusatan pembelajaran terletak pada guru dan permainan peran anak berlangsung tanpa arah tujuan serta tidak mendorong anak untuk berpikir. Kegiatan bermain peran cenderung hanya sebagai pengisi waktu dan anak-anak tidak dirangsang untuk mengeksplorasi lebih jauh proses permainan itu sendiri, anak-anak tidak terlibat dan terlatih dalam membuat rencana bermain.
Secara umum, bab ini mampu memberikan cara pandang yang berbeda bagi guru dalam menerapkan pembelajaran yang efektif dan mampu meningkatkan fungsi pikir anak seiring dengan perkembangan mereka.

D.    KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Peranti mental atau peranti pikir merupakan salah satu metode pendekatan dalam mendukung perkembangan fungsi pikir anak usia dini ke tingkat yang lebih tinggi. Bermain peran merupakan bentuk peranti mental yang dianggap dapat memberikan stimulasi dalam perkembangan kemampuan sosial, emosi dan kognitif anak usia dini sebagai bekal dasar untuk memasuki pendidikan akademis di sekolah dasar. Dalam bermain peran anak dapat belajar cara mengkomunikasikan ide atau pikirannya, membangun empati serta bahasa.
Untuk mengadopsi metode pendekatan ini, sekolah harus memastikan bahwa mereka memiliki kualitas guru yang memahami tahapan perkembangan anak dan mampu memberikan bimbingan dan pengarahan serta memahami tingkat kemandirian siswanya sehingga guru dapat memberikan stimulasi dalam mendorong perkembangan siswanya. Guru harus mampu menempatkan posisinya sebagai fasilitator bagi kemajuan siswa dan bukan sebagai pembuat keputusan mutlak dalam proses pembelajaran. Guru harus senantiasa mampu mengarahkan siswa dalam menghargai proses pembelajaran dan tidak hanya terfokus pada hasil.
Sekolah juga perlu memberikan perhatian pada anak-anak berkebutuhan khusus dengan cara menyediakan fasilitas yang dapat membantu mengoptimalkan perkembangan fungsi pikir mereka. Selain itu, guru-guru juga harus dibekali dengan pengetahuan khusus mengenai penggunaan alat dan strategi penggunaanya dalam rangka membantu siswa mencapai perkembangan fungsi pikir optimal.

E.     DAFTAR RUJUKAN
Bodrova, Elena and Leong, Deborah J., 1996, Tools of the Mind: The Vgotskian     Approach to Early Childhood Education. Englewood Cliffs, NJ: Merril.
Bodrova, Elena and Leong, Deborah J., 2003, The Importance of Being Playful, Educational Leadership, Vol. 60, No.7, April, Association for supervision and Curriculum Development
Roopnarine, Jaipul J. and Johnson, James E., 2009, Pendidikan Anak Usia Dini dalam berbagai pendekatan, Kencana Prenada Media Group, Indonesia

BOOK CHAPTER REVIEW-Sejarah PAUD dalam Perspektif Multikultur

Sejarah Pendidikan Anak Usia Dini
dalam Perspektif Multikultur
Dalam Buku Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Berbagai Pendekatan
Penulis: Jaipul L.Roopnarine&James E.Johnson

Disusun oleh:
Irma Angela Soekma            NIM: 1402252           

Program Pasca Sarjana
Pendidikan Anak Usia Dini
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2014

A.    IDENTITAS BAB

a.       Judul         : Sejarah Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif           
  Multikultur

b.      Pengarang : Blythe F. Hinitz

c.       Halaman    : 2 - 27

d.      Penerbit     : Kencana Prenada Media Group, 2011


B.     ISI BAB
Dalam bab ini dipaparkan mengenai gambaran sejarah singkat pendidikan anak usia dini di Amerika Serikat yang telah mengalami perjalanan panjang dan beragam. Walaupun mendapatkan pengaruh dari Eropa, akan tetapi sebenarnya pendidikan anak usia dini telah berakar pada Penduduk Asli Amerika dan tersistem. Pengaruh dari Eropa itu sendiri sebenarnya sudah merupakan proses asimilasi dari berbagai negara. Di antaranya yang menonjol adalah dari Jerman, Inggris dan Italia dengan metode pendekatannya masing-masing yang secara garis besar dapat dilihat dari dua bentuk pengasuhan dan pendidikan utama yang didasarkan pada tingkat sosial ekonomi yaitu yang berbasis keluarga pada tingkat sosio-ekonomi rendah dan formal untuk tingkat sosio-ekonomi menengah ke atas.
Merupakan negara yang multikultur membuat Amerika mengalami pasang surut dalam memfasilitasi pendidikan di negaranya. Kendala keragaman kultur menjadi salah satu permasalahan yang mengakar, yang terutama dialami oleh kebanyakan warga asli Amerika dan kaum minoritas seperti Suku Indian, warga kulit hitam dan Latin bahkan warga imigran termasuk pendatang dari beberapa negara di Asia seperti Cina, Jepang dan India yang cukup banyak menjadi warga negara Amerika.
Menjadi kelompok masyarakat asli Amerika tidak serta merta membuat anak-anak suku Indian mendapatkan perlakuan yang sama dengan anak-anak para penjajah yang datang dari Eropa. Pada awal abad ke-18 pemerintah Amerika memang membuka sekolah untuk anak-anak Indian Amerika akan tetapi tampak jelas bahwa sekolah ditugaskan untuk mengasimilasikan dan menghilangkan secara paksa ciri khas dan identitas kesukuan anak-anak Indian ke dalam budaya kaum penjajah. Pada abad ke-19, melalui Undang-undang Reformasi Federal, kaum Indian Amerika mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan tanpa khwatir kehilangan identitas kesukuannya serta keterlibatan pemimpin suku dalam proses pendidikan dalam mendukung pelestarian kultur dan budaya pada generasi Indian Amerika. Meskipun kebijakan pemerintah AS terhadap hak-hak pendidikan bagi warga Indian Amerika telah diberlakukan melalui program No Child Left Behind (NCLB) pada tahun 2004, akan tetapi perubahan yang signifikan baru terjadi pada tahun 2007. Meskipun pendidikan anak-anak usia dini tidak bersifat wajib akan tetapi kemajuan dalam pendidikan anak usia dini warga asli Amerika ini dalam hal pemberian hak yang sama untuk mendapatkan guru yang kompeten di bidangnya, pendanaan dari permerintah dan kesempatan untuk melakukan upgrading melalui evaluasi program-program yang telah berhasil menunjukkan peningkatan.
Sementara itu, pada abad ke-16, bagi anak-anak kaum budak Afrika, dikarenakan status orangtua mereka yang tidak diberikan banyak pilihan hidup, maka pendidikan mereka sepenuhnya terletak pada kaum penjajah yang ditujukan dalam rangka pengkristenisasian. Sekolah resmi untuk keturunan kulit hitam Amerika baru dibuka pada abad ke-17 seiring dengan penghapusan perbudakan, meskipun diskriminasi belum sepenuhnya dapat dihilangkan. Pada abad ke-18, didirikan Taman Kanak-kanak Kulit Berwarna dan Sekolah Bermain untuk Kulit Hitam dan Kulit Putih dalam satu gedung. Mulai awal abad ke-19, cara pandang yang berbeda muncul dimana tujuan awal pendidikan anak usia dini yang hanya terfokus pada pengasuhan semata menjadi lebih terstruktur dan terprogram. Perubahan signifikan terjadi ketika para ahli di bidang pendidikan anak usia dini bersepakat untuk mempromosikan pembentukan tempat pengasuhan dan taman kanak-kanak di Amerika termasuk dibukanya program pengasuhan anak selama jam kerja bagi anak-anak yang tercabut dari kebudayaannya.
Kondisi yang agak berbeda dialami oleh anak-anak kaum imigran yang sama sekali tidak mengerti dan berbicara bahasa Inggris. Meskipun secara status sosial kaum imigran tidak dipandang serendah para budak kulit hitam dikarenakan alasan keberadaan mereka di Amerika yaitu untuk mencari pendidikan dan pengasuhan yang layak, akan tetapi keterbatasan mereka dalam memahami bahasa menjadi kendala yang cukup untuk memarjinalkan mereka dalam sistem pendidikan di Amerika. Sebagaimana halnya suku Indian Amerika, anak-anak warga imigran mengalami pemaksaan penghilangan identitas budaya dan bahasa.Terjadinya Perang Sipil dan Depresi pada tahun  1873 berkontribusi pada munculnya taman kanak-kanak gratis dengan pesat. Keterbatasan dana dalam pengelolaan sekolah-sekolah gratis ini berimbas pada penurunan mutu pendidikan dan pemusatan tujuan utama sekolah yaitu membentuk warga negara AS yang ideal dengan mengesampingkan identitas dan ciri khas budaya dan bahasa para anak-anak kaum imigran.
Adapun pada kasus anak-anak keturunan Hispanik atau Latin yang orangtuanya bermigrasi ke Amerika, dikarenakan kondisi ekonomi yang bergantung pada pekerjaan bergaji rendah dan tidak tetap, mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka ke  taman kanak-kanak atau pra-sekolah yang formal sehingga pengasuhan dan pendidikan bergantung pada anggota keluarga atau kerabat yang dipercaya. Kondisi ini membangkitkan inisiatif secara swadaya dari para ibu anak-anak Latin untuk membentuk kelompok belajar dalam rangka mengurangi kesenjangan tingkat prestasi anak-anak Latin dan non-Hispanik.
Sementara itu, pendidikan anak usia dini di Amerika juga tidak lepas dari permasalahan dengan para imigran yang datang dari benua Asia, diantaranya dari Cina, Jepang dan India Asia Termasuk di dalam gelombang imigrasi ini adalah orang-orang berkebangsaan India, Vietnam, Kamboja, dan beberapa dari bangsa lain dengan latar belakang kepindahan disebabkan oleh perang atau situasi negara yang tidak aman. Secara garis besar, pada awal masa imigrasi bangsa-bangsa ini ke Amerika, kondisi pendidikan anak-anak usia dini mereka mendapatkan perlakuan diskriminatif, mulai dari penolakan untuk dapat diterima di sekolah negeri hingga diberikan hak bersekolah di tempat yang terpencil dan terpisah dari anak-anak yang berasal dari Eropa. Seiring perjalanan waktu dan perubahan fundamental dalam peraturan perundangan Amerika, anak-anak yang disebut ‘bangsa timur’ ini mulai mendapatkan hak-hak yang sama dalam hal mendapatkan pendidikan yang baik dan layak.
Keduabahasaan menjadi salah satu fokus pemerintah AS dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak usia dini. Berbagai pendekatan dilakukan dalam rangka membuka kesempatan yang sama bagi semua anak untuk dapat sukses tanpa mengesampingkan latar belakang budaya dan bahasa.
Dalam konteks sejarah pendidikan anak usia dini Amerika, wanita mendapatkan peran yang sangat besar. Tekanan, keterbatasan dan kebutuhan untuk memberikan pendidikan yang baik kepada generasi mereka telah menempa para wanita Amerika untuk menjadi pemimpin-pemimpin dalam bidang Pendidikan Anak Usia Dini. Di antara mereka menempati posisi penting dalam pemerintahan dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam bidang pendidikan.

C.    PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis berhasil memberikan gambaran singkat yang padat dan rapi mengenai sejarah pendidikan anak usia dini di Amerika Serikat. Penjelasan mengenai asal muasal kemultikulturan di negara ini memberikan pengetahuan awal yang baik untuk mengenal perkembangan pendidikan khususnya anak usia dini di Amerika.
Amerika Serikat sebagai salah satu negara besar di dunia dan menjadi salah satu negara yang dijadikan acuan dalam bidang pendidikan anak usia dini oleh berbagai negara lain. Karenanya sangat penting untuk mengetahui dan mempelajari sejarah dibalik sistem pendidikan yang diselenggarakan di negara ini. Dalam perjalanannya, pendidikan anak usia dini di Amerika mengalami berbagai kendala terutama dari segi kebahasaan.
Dalam salah satu tayangan televisi swasta Amerika (MSNBC:Cenk U.S. Education Failure and Potential) disebutkan bahwa Amerika berada di bawah 20 besar negara dengan tingkat keberhasilan pendidikan. Sangat menarik karena dengan menilik pada pengalaman sejarah yang cukup panjang, ternyata negara ini pun masih berjuang untuk mendapatkan pola dan sistem pendidikan yang ideal bagi warga negaranya. Yang cukup menarik adalah terjadinya perubahan paradigma terhadap pentingnya pendidikan anak usia dini dari kepentingan sosialisasi suatu agama menjadi pendidikan sebagai hak individu. Dan ini tidak lepas dari pengaruh para pemikir pendidikan anak usia dini seperti John Locke (1632), Jean-Jacque Rosseau (1712), Pestalozzi (1746) dan Froebel (1782) yang kesemuanya mengedepankan hak-hak anak usia dini dalam mendapatkan pengasuhan, kasih sayang dan pendidikan yang baik dan layak dengan memperhatikan berbagai aspek perkembangan tiap-tiap individu anak (Jaipul L.Roopnarine&James E.Johnson, 1993, p.3-10; Jo Ann Brewer, 2007, p.7).
Salah satu bagian penting dalam perjalanan sejarah pendidikan anak usia dini di Amerika adalah peran wanita terutama para ibu dalam memberikan pendidikan bagi generasi penerus mereka. Dalam dunia pendidikan anak usia dini, dominasi berada dalam potensi kaum perempuan, mulai dari pendidik maupun pimpinan. Hal ini salah satunya didorong oleh naluri wanita yang bersifat mengasuh, disamping faktor-faktor lain yang mendukung wanita memegang peranan utama dalam kependidikan anak usia dini.

D.    KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Perjalanan panjang sejarah pendidikan anak usia dini di Amerika yang diwarnai oleh keanekaragaman budaya dari berbagai bangsa telah memperkaya pengalaman negara ini dalam membuat progam-program pendidikan anak usia dini yang lebih baik dan mengakomodir tujuan pendidikan AS. Dari sisi anak-anak Amerika, multikultur telah menjadi bagian dari tiap sisi kehidupan mereka dan hal ini membuat mereka menjadi warga negara yang menghargai perbedaan. Selain itu, kaum wanita tidak hanya menjadi penonton pasif dalam proses pendidikan. Adanya kesempatan dan semangat untuk memberikan perubahan telah membangkitkan dan membentuk kekuatan dan kemampuan para wanita Amerika untuk menjadi pemimpin-pemimpin dalam bidang pendidikan anak usia dini.
.Dalam bab ini penulis dapat memberikan sejarah singkat perjalanan sejarah pendidikan anak usia dini di negara lain dalam konteks multikulturalisme seperti Australia, Indonesia atau Singapura sehingga dapat lebih luas dijadikan rujukan bagi pendidik di berbagai negara dengan kondisi yang kurang lebih sama.
Dengan melihat dari perjalanan sejarah pendidikan anak usia di Amerika dan membandingkannya dengan sistem pendidikan anak usia dini di Indonesia, timbul berbagai pertanyaan seperti apakah sistem pendidikan di Indonesia dapat disamakan dengan Amerika dengan mempertimbangkan kondisi multikultural kedua negara? Apakah dapat disamakan pengaruh latar belakang budaya dan bahasa dari warga negara dari bangsa yang berbeda dengan suku yang berbeda? Apakah peraturan perundangan-undangan Indonesia siap mengakomodir setiap perbedaan budaya dalam konteks pendidikan anak usia dini? Sejauh mana budaya dan bahasa pada saat yang bersamaan dapat menjadi seperti dua mata pedang – faktor pendukung atau penghambat pendidikan anak usia dini di Indonesia? Dan sebagaimana efek domino, pertanyaan-pertanyaan lain akan terus mengalir untuk menggugah pemikiran.

E.     DAFTAR RUJUKAN
Brewer, Jo An, Introduction to Early Childhood Education – Preschool through Primary Grades, 2007, Pearson Education, Inc.
Roopnarine, Jaipul L.&Johnson, James E., Approaches to Early Childhood Education, 1993, MacMillan Publishing Company.

BOOK CHAPTER REVIEW-Pendidikan Montessori Saat Ini

Pendidikan Montessori Saat ini
Penulis: Martha Torrence dan John Chattin-McNichols
Dalam Buku Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Berbagai Pendekatan
Penulis: Jaipul L.Roopnarine&James E.Johnson

Disusun oleh:
Irma Angela Soekma            NIM: 1402252           

Program Pasca Sarjana
Pendidikan Anak Usia Dini
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2014


A.    IDENTITAS BAB
                                           
a.       Judul         : Pendidikan Montessori Saat ini

b.      Pengarang : Martha Torrence dan John Chattin-McNichols

c.       Halaman    : 381-415

d.      Penerbit     : Kencana Prenada Media Group, Indonesia, 2009

B.     ISI BAB
Bab ini memberikan sejarah singkat Pendekatan Montessori yang merupakan salah satu pendekatan pionir dalam pendidikan anak usia dini di Amerika dan diadopsi di beberapa sekolah di seluruh dunia. Dijelaskan bahwa awal mula pendekatan Montessori dicetuskan oleh seorang dokter wanita berkebangsaan Italia yang juga bergerak di bidang antropologi bernama Maria Montessori. Adapun dalam profesinya sebagai dokter, ia banyak menangani anak-anak usia dini yang mengalami cacat dan membuat program pengasuhan untuk membantu mereka. Dalam perkembangannya, metode Montessori mendapat tempat dikarenakan program yang kuat dan melibatkan berbagai jenjang usia anak serta fleksibilitas dalam adaptasi ke budaya dan lingkungan manapun.
Perbedaan yang cukup signifikan dari pendekatan Montessori dibandingkan dengan pendekatan pendidikan lainnya antara lain dapat dilihat dari:
1.      Pembauran pengelompokan usia dalam satu kelas/ruangan berdasarkan range usia per 3 tahun – anak usia 3-5 tahun, 6-8 tahun dan seterusnya.
2.      Seting ruangan kelas yang dipenuhi rak-rak yang mudah diakses oleh anak dan terbuka yang dipenuhi dengan objek dan material yang diatur dengan cermat untuk dapat dipilih oleh anak-anak sesuai dengan minat mereka.
3.      Penyediaan ruang terbuka di lantai sehingga anak-anak dapat bekerja dengan bebas.
4.      Masing-masing anak memiliki alat peraga yang mereka buat sendiri.
5.      Tidak ada suasana kompetisi di antara siswa. Siswa menyelesaikan tugas mereka sesuai dengan minat dan ritme kerja masing-masing. Sebagai gantinya suasana kolaborasi tercipta melalui kerjasama antar siswa, terutama dari anak yang lebih tua kepada yang lebih muda.  Ditanamkan pada diri siswa bahwa guru bukan satu-satunya sumber ilmu.
6.      Asesmen atau penilaian siswa didasarkan pada perkembangan masing-masing individu melalui portofolio atau hasil kerja serta observasi guru secara intensif dan berkesinambungan.
7.      Penanaman tanggungjawab individu melalui pembiasaan pemeliharaan kelas, termasuk kerapihan dan kebersihan.
Dilihat dari segi kurikulum, Pendekatan Montessori banyak memasukkan kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan praktis, penginderaan, bahasa, matematika, seni dan musik dan budaya secara geografis dan sains.
Peranan guru menurut pendekatan Montessori bukan sebagai ‘pengajar’ melainkan pengamat yang secara aktif meneliti dan mengikuti setiap perkembangan anak serta memberikan materi yang responsif serta memberikan saran, bimbingan, stimulasi dan dorongan yang sesuai pada siswa.

C.    PEMBAHASAN
Metode Montessori merupakan salah satu bentuk pendekatan dalam dunia pendidikan yang telah teruji waktu selama lebih dari 100 tahun. Keberhasilannya dalam memberikan pespektif yang berbeda terhadap pendidikan dan perkembangan anak telah membuat banyak negara yang mengadopsi atau memodifikasi pendekatan ini. Montesorri memandang kebebasan mengeksplorasi dan mencoba-coba mutlak diberikan kepada anak-anak untuk mencapai perkembangan yang maksimum serta menjadi manusia yang bertanggungjawab dan kelak mampu menjadi bagian dari masyarakat secara sukses.
Pembelajaran dalam pendekatan Montessori berpusat pada anak dan bermain merupakan bagian dari proses perkembangan mereka. Montesorri meyakini bahwa anak membangun pikirannya selangkah demi selangkah dan menyerap pengetahuan melalui pengalaman dalam perkembangannya. Hal ini otomatis mematahkan pandangan konservatif bahwa anak-anak terlahir dengan ‘fixed intelligence’ dan faktor keturunan merupakan satu-satunya penentu perkembangan anak. Pemikiran Montessori banyak mendapatkan pengaruh dari Rosseau, Pestalozzi dan Froebel dimana penekanan terhadap pentingnya lingkungan yang bebas dan penuh kasih sayang berdampak terhadap berkembangnya potensi bawaan anak. Dua hal yang sangat vital dalam perkembangan anak adalah interaksi terpadu antara anak dan lingkungannya serta kebebasan bagi anak.
Pengalaman penulis yang merupakan pengajar Montesorri berpengalaman selama lebih dari 35 tahun mampu memberikan gambaran secara singkat dan padat tentang sistem pembelajaran kelas Montessori. Salah satu hal yang cukup penting yang disampaikan adalah mengenai pengaturan ruang kelas yang cukup luas dimana anak dapat menggunakan ruang terbuka secara bebas dalam melakukan kegiatan yang menjadi minat dan ketertarikan mereka. Hal ini menjadi salah satu faktor pendukung pembelajaran dalam memberikan rasa bebas bagi anak dalam mengeksplorasi.
Peran guru ditampilkan dengan sangat baik dalam buku ini sehingga memberikan gambaran mengenai posisi guru dalam proses pembelajaran dan perkembangan anak. Dengan peran guru sebagai pembimbing dan bukan satu-satunya sumber ilmu memberikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dan mengembangkan kecakapan sosialnya dengan orang lain di sekitarnya. Anak belajar untuk mandiri dan menentukan sendiri bentuk bantuan yang dibutuhkannya serta memikirkan kepada siapa atau dimana ia bisa mencari jawaban atas pertanyaan atau kesulitannya. Dalam hal ini anak memegang kendali penuh atas pembelajarannya yang otomatis memberikan efek positif bagi pembangunan kepercayaan dirinya.
Anak mengingat sesuatu dengan sangat kuat dan dalam jangka waktu yang lama ketika ia mampu mengkoneksikan pembelajarannya langsung dengan apa yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Pengelompokan kelas berdasarkan pembauran usia mewakili realitas hidup bahwa manusia berinteraksi dengan berbagai karakter, usia dan kemampuan yang sama maupun berbeda.  Hal ini memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar mengenali lingkungannya dan beradaptasi dengan orang-orang disekitarnya yang kelak akan berkontribusi pada pembangunan karakter positif dalam membangun hubungan sosial. Disiplin yang ditanamkan adalah dalam bentuk tanggungjawab yang diejawantahkan secara nyata dalam rutinitas menjaga dan memelihara kelas dan lingkungan sekitarnya. Kecakapan hidup dan penghargaan terhadap hidup merupakan kunci penting yang perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.
Eksplorasi maksimal dalam penggunaan panca indera merupakan gerbang bagi anak dalam mengenali dan memahami dunia sekitarnya. Montessori memandang anak-anak perlu mendapatkan banyak kesempatan terhadap stimulasi panca indera mereka. Objek dan material yang dipersiapkan dalam ruang kelas Montesorri rata-rata memberikan lebih dari satu tujuan atau manfaat pembelajaran pada saat yang bersamaan. Benda yang mampu menarik minat anak tidak terlalu bergantung pada kualitasnya, namun lebih kepada peluang yang memungkinkan anak untuk melakukan sesuatu melaluinya (Montesorri, 1967b:104).
Salah satu hal yang menarik dari pendekatan Montessori adalah pembelajaran yang mengenalkan dan mendekatkan anak kepada alam, baik melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran maupun materi atau objek yang digunakan oleh anak. (Wild dalam Suparlan , 52). Mendapat pengaruh yang cukup kuat dari pemikiran Rosseau, pendekatan ini memandang pentingnya  membangun rasa empati dan kepedulian terhadap alam pada diri anak-anak dalam keseharian mereka. Hal ini memberikan peluang kepada dampak jangka panjang dalam diri anak akan konsep-konsep seperti sustainability dan penghargaan terhadap alam. Konsep-konsep ini mendobrak pandangan bahwa pendidikan berarti materi yang mahal dikarenakan bahan-bahan yang digunakan semaksimal mungkin berasal dari alam dan dirancang sedemikian rupa agar memiliki daya tahan yang cukup kuat dan lama.
Perkembangan sekolah-sekolah yang mengusung pendekatan Montesorri cukup signifikan, tidak hanya di tempat lahirnya, melainkan di berbagai negara lain, terutama dalam pendidikan anak usia dini di Indonesia. Kendati demikian, ada kecenderungan pergeseran pola pandang terhadap metode ini dari akarnya. Adopsi sistem pendidikan yang dibawa dari luar ke dalam negeri memberikan semacam perbedaan strata yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini berdampak pada mahalnya biaya pendidikan dan penggunaan material yang justru bertolak belakang dengan konsep akar Montessori sendiri yang memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam. Dikarenakan mahalnya biaya pendidikan sekolah yang menggunakan pendekatan Montessori ke dalam kurikulumnya sejauh ini hanya dinikmati oleh anak-anak yang berasal dari kalangan menengah ke atas.

D.    KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari berbagai sudut terutama sistem pembelajaran, Montessori merupakan suatu bentuk alternatif dalam dunia pendidikan. Keberlangsungan dan daya tahan kurikulumnya yang telah teruji dan menunjukkan keberhasilan selama lebih dari satu abad dapat menjadi pertimbangan bagi sekolah-sekolah yang mengedepankan sistem pembelajaran yang berpusat pada anak. Pendekatan ini memberikan suatu pola pandang yang berbeda dalam melihat anak sebagai individu dan bagaimana mereka menjalani proses perkembangan mereka hingga mencapai titik maksimum sesuai dengan tahapan usia. Konsep-konsep inti yang dihadirkan melalui pendekatan Montessori tidak dapat dielakkan bersifat fungsional riil yang merupakan bagian dari kehidupan anak-anak secara langsung dan ditujukan untuk kepentingan mereka sebagai bagian dari masyarakat sosial.
Konsep kebebasan berdasarkan minat dan ketertarikan siswa dalam metode pembelajaran Montessori pada satu sisi merupakan kekuatan dan daya tarik, akan tetapi tetap memiliki beberapa aspek yang patut menjadi pertimbangan terutama ketika diterapkan di Indonesia antara lain ketika siswa pindah ke sekolah umum atau sekolah yang memiliki kurikulum dengan pendekatan yang sama sekali berbeda dan memiliki metode penilaian yang juga jauh berbeda dengan Montessori. Untuk tingkat sekolah dasar ke atas, ada kekhawatiran terutama dari orangtua ketika siswa harus berhadapan dengan ekspektasi akademis. Sehingga implikasi yang seringkali terjadi sekolah memodifikasi metode Montessori sehingga menghasilkan implementasi program yang tidak utuh demi menyesuaikan dengan tuntutan pasar. Hal ini tentu saja berdampak pada penyimpangan tujuan awal dan kekurangmaksimalan pencapaian perkembangan siswa sebagaimana ditetapkan dalam metode Montessori.
Kendati demikian, dengan konsep yang kuat dan mendasar, metode Montessori layak diaplikasikan ke dalam sistem pendidikan terutama di Indonesia menggantikan sistem pendidikan yang berpusat semata-mata guru sebagai sumber ilmu dan perhatian. Untuk itu diperlukan kerjasama dan komunikasi yang terjalin intensif, positif dan berkesinambungan antar berbagai pihak, terutama guru, orangtua dan administratif sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah selaku penentu kebijakan dan penanggungjawab keberlangsungan kurikulum secara menyeluruh. Informasi yang lengkap dan detil perlu disampaikan kepada orangtua mengenai metode melalui sosialisasi, workshop dan pertemuan guru-orangtua atau kepala sekolah-orangtua.
Sekolah yang ingin berpijak pada kurikulum dengan pendekatan Montessori harus berpegang pada panduan utuh penyelenggaraan sistem pendidikannya. Fasilitas fisik seperti penyediaan ruang kelas yang baik dan luas  wajib diperhatikan dan dipersiapkan sejak awal untuk membuka kesempatan bagi siswa untuk bebas berekplorasi, material dan bahan-bahan pembelajaran yang multifungsi dan tahan lama menjadi salah satu kunci utama keberhasilan program ini.
Dari sisi pengajar perlu adanya pelatihan intensif serta penyediaan kesempatan untuk mengembangkan diri secara profesional yang diberikan atau diadakan oleh pihak sekolah dalam rangka meningkatkan kapabilitas mereka. Guru harus mampu mengubah pola pandang konservatif dari memandang dirinya sebagai satu-satunya sumber ilmu menjadi memposisikan dirinya sebagai pembimbing dan pengayom. Konsep Montessori yang fleksibel bila diaplikasikan ke budaya dan lingkungan manapun, maka bila diaplikasikan di Indonesia dapat menyesuaikan dengan nilai-nilai yang umum ditemui di budaya setempat, terutama dari sisi guru sebagai teladan dan panutan sosial.
Bila sekolah mampu menerapkan metode pembelajaran Montessori secara utuh menyeluruh maka bukan mustahil akan menghasilkan individu-individu siswa yang memiliki mandiri, memiliki kemampuan mengambil keputusan, percaya diri, berempati dan menghargai serta memiliki kecakapan sosial yang baik dalam pergaulan dengan orang lain.

E.     DAFTAR RUJUKAN

Montessori, M., 1967b, The Discovery of the Child. Notre Dame, IN:FIdes
Roopnarine, Jaipul J. and Johnson, James E., 2009, Pendidikan Anak Usia Dini dalam berbagai pendekatan, Kencana Prenada Media Group, Indonesia
Suparlan, 1984, Aliran-aliran Baru dalam Pendidikan, Andi Offset, Yogyakarta

Monday, September 22, 2014

October is Bullying Prevention Awareness Month

Teaching students how to prevent bullying
Bullying puts students' physical safety and emotional health at risk, and interferes with learning. These lesson plans can help your students get ready for Bullying Prevention Awareness Month in October:
To print handouts, quizzes and answer keys separately - or to check out our other free lesson plans, all aligned to National Health Education Standards - visit KidsHealth in the Classroom.

Get connected
October is also Connected Educator Month. Get an early start by connecting with KidsHealth.org on Twitter, Facebook, Pinterest, and YouTube!

Help a colleague
To recommend this free KidsHealth in the Classroom newsletter to fellow educators, please forward this email. If a colleague sent this to you, you can sign up for your own KidsHealth in the Classroom newsletter.

http://www.stopbullying.gov/prevention/at-school/index.html

Wednesday, September 17, 2014

Alhamdulillah, mahasiswa pasca sarjana 2014 prodi Pendidikan Anak Usia Dini memiliki media untuk berbagi ilmu, pengalaman dan apa saja yang berkenaan dengan keilmuan yang digeluti.
Blog ini dapat dipergunakan untuk mempublikasikan karya tulis, artikel dan informasi seputar Pendidikan Anak Usia Dini dan Bidang Ilmu lain yang terintegrasi dengan PAUD.
Diharapkan melalu blog ini kita bisa memperkaya wawasan dalam kapabilitas sebagai calon ahli Pendidikan Anak Usia Dini.